Aklimatisasi Anggrek


Tanaman in vitro yang akan dipindahkan ke lapang perlu proses pengadaptasian untuk mendukung daya tahan bibit yang disebut aklimatisasi. Planlet tersebut membutuhkan kondisi lingkungan yang hampir sama dengan lingkungan tumbuh sebelumnya yang telah tersedia hara lengkap dan berkelembaban udara optimal (Brainerd dan Fuchigami,1981).

Perubahan lingkungan heterotrof (in vitro) menjadi autotrof (lapang) menyebabkan bibit harus mendapatkan karbohidrat melalui fotosintesis (Pierik, 1987). Media yang cocok pada aklimatisasi akan mengurangi cekaman berat pada bibit saat dipindahkan ke lapang (Dessler, 1981).

Masa aklimatisasi ini memerlukan media beraerasi dan draenasi baik serta kelembaban yang cukup, bebas organisme pengganggu dan bahan berbahaya, cukup hara mineral dan memiliki bobot yang ringan (Hartmann dan Kester, 1983).

Cocopeat merupakan serabut kelapa yang sudah disterilisasi. Cocopeat bersifat menyimpan air. Penggunaan cocopeat dapat menghemat air karena penyiraman dapat dilakukan lebih jarang. Penyiraman dilakukan setelah media kering.

Sphagnum moss merupakan media yang berbahan lumut. Sphagnum moss merupakan media yang sudah steril sehingga tidak perlu disterilisasi lagi. selain itu, media ini bersifat menyimpan air.

Media pakis paling banyak digunakan oleh penggemar anggrek. Beberapa keunggulan pakis menjadikan pakis banyak digunakan. Pakis secara alami di alam merupakan tempat menempelnya anggrek, selain berpori, pakis juga menyimpan nutrisi walaupun tetap perlu pupuk untuk memenuhi kebutuhan anggrek.

Sayangnya pakis mudah dihinggapi cendawan sehingga sejak awal perlu penanganan yang lebih hati-hati bila menggunakan pakis. Selain itu, media pakis mulai jarang ditemui dan keberadaannya di alam perlu dilindungi. Oleh karena itu, sebaiknya gunakan media selain pakis untuk memelihara anggrek (Syuhud, 2008).

Leave a comment